Dihadapan sebuah gedung perkantoran bertingkat lengkap dengan beberapa mobil mewah yang terparkir rapi dihadapannya, terlihat sosok Dimas berdiri tepat dihadapannya.
" Hemmmm..."
Dimas menarik napas panjang, meremas genggaman kedua tangannya ,dan mulai melangkahkan kakinya ke gedung tersebut. Di dalam gedung itu sudah berkumpul puluhan orang yang hendak mengikuti casting. Orang-orang yang dirasa Dimas terlihat jauh lebih modis dari pada gaya dirinya saat ini. Setelah mengambil nomor casting Dimas segera menuju ke sudut ruangan, dan duduk menunggu disana.
“wew… sudah kuduga.. ternyata kamu juga seorang model. Profesi seperti itu sudah pasti tidak bisa di sembunyikan …” terdengar suara seseorang.
Dimas menoleh ke samping kiri. Ternyata lelaki yang pernah makan dulu di warungnya,dan memberikan kartu namanya. Andika.
“Oh… mas Andika ya? Ah… aku cuman mau nyoba-nyoba aja. Ga ada maksud laen kok…. Lagian… banyak tuh model pro yang ngikut juga. Dibanding dengan mas Andika, aku bukan apa-apa..” Kata Dimas merendah.
“Ah… mas Dimas merendah aja… aku kesini cuman ngantar anak buahku aja. Ada 3 orang yang ngikut.. selain profesi tukang masak sama model, jangan-jangan ada profesi lain nih yang disembunyikan mas Dimas…. Hehehe… jangan-jangan artis ya… ?” katanya dengan suaranya yang lembut diikuti lambaian tangannya menepuk bahu Dimas.
“Gak kok… masa sih artis…akting aja gak bisa…” kata Dimas sambil tersenyum.
Kini tinggal beberapa orang saja yang masih berada diruangan ini. Andika sudah pulang bersama anak buahnya. Dimas melihat kearah jam dilengannya. Sudah jam 10 pagi. Warung belum buka. Dimas mencemaskan para langganannya yang sebentar lagi akan mulai berdatangan ke warungnya. Untunglah sejak subuh Dimas sudah mempersiapkan semua bahan makanan, dan untuk hidangan yang siap saji, ia telah mempersiapkan semuanya.
“No 84 silahkan masuk..”
Dimas melangkah kedalam ruangan. Terasa dinginnya AC menusuk sampai ke tulang-tulang. Entah itu karena Ac yang terlalu kencang apa karena kegugupannya saat ini. Tapi Dimas dengan cepat berusaha menguasai suasana hatinya.
“Silahkan berdiri disana. Siap di foto,dan di shoot. Santai saja, cukup perkenalkan diri anda….”
Kini sorotan lampu tertuju kearahnya. Terlihat kilatan cahaya beberapa kali ketika dia disuruh menghadap ke segala arah. Dimas memperkenalkan diri.
“Silahkan kembali ke tempat tunggu, dan baca pengumuman disana...” terdengar suara seseorang.
Dimas melangkah keluar dengan cepat. Wajahnya terlihat cemas memikirkan warungnya.
“Tunggu sebentar…” terdengar suara yang lain. Terdengar percakapan dua orang di ruangan itu.
Dimas menghentikan langkahnya.
“Kita nggak bisa nunggu sampai Marchel kembali baru iklan ini dibuat. Paling lambat lusa udah ada aktor iklan ini…”
“Saudara Dimas… coba kesini sebentar.. aku melihat ekspresi ketika kamu turun tadi. silahkan diulang….”
“A…apa? Ekspresi yang mana?” tanya Dimas bingung.
“yang terlihat cemas tadi…”
Kini terlihat kecemasan sebenarnya dari Dimas yang segera ditangkap oleh kamera beberapa kali.
“Bagus banget…cool… terus dengan ekspresi seperti itu….”
Si pria tadi mengacak-acak rambut Dimas. Kancing kemeja Dimas dilepas bagian atasnya beberapa kancing. Hal itu membuat Dimas mengerutkan keningnya.
“Sempurna…..”
Terlihat wajah penuh kekaguman ketika kamera dihubungkan ke layar monitor yang hampir sebesar dinding di ruangan itu. Dimas melihat seseorang yang lain yang mirip dirinya. Orang ini terlihat tampan, dan tegar meskipun ada guratan kecemasan disitu.
“Ini persis banget dengan model yang diinginkan Marchel. Dia sudah merincinya. Pasti iklan ini laku…”
“Ya sudah…. Beritahukan ke bagian produksi. Kita sudah menemukan aktornya. Besok udah bisa di take….”
Dimas terlihat masih bingung. Suara-suara dari orang-orang diruangan tersebut mulai tidak tertangkap oleh indra pendengarannya, ia masih cemas akan warungnya, dan masih tidak mengerti sebenarnya apa yang sedang terjadi saat ini di tempat ini.
“Saudara Dimas. Silahkan menuju ke ruangan sebelah untuk mengambil script, dan menandatangani kontrak. Kamu diterima….oh ya, ngomong-ngomong saudara Dimas dari Agency mana?” Seseorang diruangan tersebut bertanya.
Dimas menggeleng. Wajahnya masih diliputi ketidakpercayaan.
“Apa saya diterima?”
“Iya…” jawab orang itu.
“Beneran? Dan saya harus menandatangani kontrak? Berapa lama?”
“Satu tahun…. Dan semisalnya ikan ini berhasil dipasaran, maka ada kemungkinan kontran anda akan diperpanjang sampai 5 tahun…”
Dimas mengangguk, dan segera menuju keruangan yang ditunjuk. Ia mulai sedikit memahami apa yang sedang terjadi, rasa gembira, cemas, dan gugup seakan bercampur jadi satu, dan entah rasa apa yang ia rasakan saat ini.
Marchel masih menelusuri daerah tempat dia melihat Dimas. Marchel mulai bertanya ke sana-sini. Menuju ke kantor kelurahan setiap desa melihat daftar nama penduduk tetapi masih nihil. Tubuhnya berkeringat tersengat matahari siang yang begitu terik. Sudah 2 hari dia tanpa putus mencari tahu keberadaan Dimas. Terdengar bunyi Handphonenya.
“Ya, halo…. Oh, aktornya sudah ketemu ya? Ya sudah… diproduksi saja. Saya tidak bisa kesana. Sedang sibuk banget… lagian, kan proyek ini bukan saya yang tangani. saya hanya dapat memberikan nasehat saja…saya percaya kalian … lakukan saja apa yang menurut kalian paling baik untuk iklan ini…” kata Marchel sebelum ia menutup handphonenya.
Marchel kemudian menjalankan mobilnya berpindah kedaerah lain yang belum dikunjunginya.
Dimas melangkah dengan cepat memasuki warung yang segera dibukanya. Terlihat beberapa orang sudah menunggu diluar. Dengan cepat disiapkannya keperluan untuk segera memasak.
“Siang, bang….” Terdengar suara Dino.
“Eh… udah pulang No? Makan dulu yah.. abis itu bantu abang diwarung "
“Iya, bang….” Ujar Dino bersemangat. Kemudian terdiam melihat Dimas tersenyum-senyum.
“Loh abang kenapa, kok senyum-senyum sendiri… ada apa sih?” tanya Dino penasaran.
Dimas masih tersenyum.
“Kamu ingat apa yang abang bilang semalam?”
“ooh… yang ikutan casting itu ya? Trus gimana hasilnya?...” tanya Dino tegang.
Dimas menghentikan kesibukannya mengiris wortel.. Mengelap tangannya dengan kain lap, dan menghadap Dino.
“Abang diterima…… jadi model iklan parfum itu….”
“Apaaaaa????... diterima???” terdengar 2 suara bersamaan. Ternyata Mario sudah datang dan mendengar perkataan Dimas barusan. Dino memeluk kakaknya. Diikuti Mario yang segera merangkul Dimas.
“Apa gue bilang…. Pasti diterima…” kata Mario dengan ceria.
“Abang udah di kontrak selama setahun. Uangnya tinggal dicairkan lewat cek…”
“Horeeee.... Bang Dimas hebat….!!!!” Mario,dan Dino masih memeluk Dimas.
“Udah-udah… banyak pelanggan tuh yang nunggu. Nanti malam kita belanja ke mall yah..”
“Horeeee ahahhahaha…..!!!” terdengar keceriaan Mario,dan Dino.
Hari itu terasa begitu lambat bagi Dimas. Tak sabar dia menunggu hari esoknya. Tidak demikian bagi Marchel. Hari berlalu terasa cepat baginya. Belum semua tempat berhasil di datanginya hari itu. Dia masih menantikan hari esok untuk mencari sahabatnya lagi.
Bersambung....
Meonggoblog.blogspot.com Thanks to Everyone to came in our Kingdom.
No comments:
Post a Comment