Untuk yang udah geregetan dengan kelanjutan dari Free me bagian 5 kemaren, nih sekarang Selokan, dan kecebong udah siap untuk mengeluarkan Free me bagian 6 buat kalian-kalian semua pembaca setia Seloker, Setelah kemarin Dimas secara tidak sengaja bertemu dengan Marchel yang ternyata telah saling kenal, tetapi seakan ada hal yang mengganjal diantara keduanya. maka sekali lagi, Apakah takdir mereka dapat membawa sesuatu yang benar-benar mereka harapkan dimasa depan, sebuah kebebasan sebagai diri mereka sendiri. mau tau kelanjutan ceritanya Yukkk.... ini dia Free me bagian 6 buat kalian semua.... makasih.
“Woi… hati-hati kalo jalan… jangan seenaknya nabrak orang, dong…” Teriak
Marchel ketika seorang bapak setengah baya tidak sengaja menyenggol lengannya.
Seketika semua penumpang bus menatap kearah Marchel, dan Dimas. dua orang
anak sekolahan yang mengenakan seragam putih abu-abu itu kini menjadi pusat perhatian dalam seketika.
“Maaf, dik….” Kata bapak itu dengan penuh penyesalan.
“Huss…. Cuman kesenggol segitu aja sewot… sudah-sudah. bikin malu aja…” Kata Dimas sambil menyikut lengan Marchel.
“Kemeja gue jadi kotor nih….” Marchel menggerutu sambil mengusap lengan baju putihnya yang telah dihiasi semburat warna kecoklatan.
Dimas mengeluarkan tisue basahnya dari dalam tas sekolah, dan mulai mengelap
lengan baju Marchel yang kotor terkena belanjaan milik pria setengah baya tadi.
Dilihatnya sesuatu di saku kemeja Marchel.
“ Eh...Apaan, tuh?” tanya Dimas.
Marchel mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya. Bentuknya persegi
kecil, dan ukurannya hanya sebesar kotak korek api. Ada kabel earphonenya juga yang bertengger
disitu. Penasaran.
“Ini namanya MP3. Dibawa paman dari singapura. Kayak Discman tapi gak perlu disc lagi, tinggal isi lagu langsung bisa didengerin…” kata Marchel menjelaskan.
“Owh.. lagunya masukin gimana?” tanya Dimas lagi dengan wajah kebingungan. wajar saja pada jaman itu jangankan MP3, sebuah TapeRecorder saja sudah menjadi barang mewah.
“Dimasukkan lewat komputer… ada perekamnya lagi.. bisa ngerekam suara…”
“Wah… hebat…hebat “ Wajah Dimas terlihat berbinar kagum saat mendengar penjelasan Marchel.
“Nanti kamu boleh minjam dulu… besok baru dipulangin… kita bergantian ..mau?”
“Bolehhh???....”
“Iya boleh….”
“Cara make-nya gimana?”
Dengan cermat Dimas mendengarkan, dan mempelajari memutar MP3 itu sekaligus cara merekam suara yang diajarkan Marchel.
Besok harinya Dimas mengembalikan MP3 itu ke Marchel. Terlihat Dimas puas menggunakannya.
“Wahhh… hebat banget nih alat… suaranya jernih.. lagunya banyak… makasih, ya achel…” kata Dimas.
Hanya Dimas yang memanggil “Achel” padanya. Sejak SMP Dimas selalu
memanggilnya begitu. Dan itu selalu membuat Marchel tersenyum.
“Besok bisa dipinjam lagi kok….” Kata Marchel sambil tersenyum memandang Dimas, sahabatnya.
Marchel membaringkan tubuhnya sambil mendengarkan MP3-nya di kamar.
Beberapa lagu sudah mengalun membuatnya hampir tertidur kalau saja tidak
terdengar suara itu di MP3-nya
“Separuh…
Bukan apa-apa
Separuh…
Membuat orang tidak akan pernah puas
Meskipun ada tapi masih kurang
Separuh…
Tidak sempurna
Separuh…
Membuatku tidak bisa memandang
Mana yang asli dan mana yang palsu
Separuh…
Antara hitam dan putih
Separuh…
Tidak akan pernah tercapai langkahku
Meskipun dengan segenap kekuatan yang ada
Separuh…
Itulah hidupku
Separuh…
Mungkin itulah jalan hidupku
Hanya tanda baca “Koma” bukan “titik”
Marchel tersenyum sambil memutar kembali “Puisi” itu. Itu suara Dimas…
Esoknya...
“Puisi kamu bagus… Gue suka.. kenapa enggak nulis aja buat majalah.. pasti diterbitkan….” Terdengar rekaman suara Marchel.
Dimas kaget mendengar suara rekaman itu. Ternyata suara yang direkamnya itu tidak terhapus. Dan Marchel sudah mendengarnya.
“Ngomong – ngomong, puisinya begitu miris… gue ampe berkali-kali mendengarnya.. eh, cita-cita kamu mau jadi apa sih?”
Dimas menekan tombol record.
“Puisi itu dari hati.. jangan dipikirin artinya… aku punya cita-cita
menjadi penulis atau seorang pemain drama. Kalo tercapai, sih… kalo
kamu?”
“gue pingin jadi graphics designer. Makanya aku ikut scholarship ke
australia yang ditawarkan sekolah. Kamu juga ikut dong… siapa tau kita
bisa diterima disana.. ntar kalo selesai kuliah disana kita bikin usaha
di indonesia..”
“Kalo kamu ke australia, gimana dengan Siska, gebetan kamu? Hehehe… ntar dia sama siapa disini? Gak takut kehilangan dia?”
“Siapa bilang dia gebetan gue? Lagian, di Australia kan banyak yang
cakep-cakep… eh, gimana dengan kamu? Udah punya gebetan? Di kelas lo kan
banyak yang cakep-cakep..”
“Aku?...hm.. aku menyukai seseorang. Dia begitu baik kepadaku. Dia
begitu perhatian padaku. Tapi itu tidak mungkin terjadi. Aku tak akan
pernah bisa mendapatkan cintanya.. karena cintaku beda.. dan aku hanya
berharap dia mengerti perasaanku. Itu saja…. Biar nanti berpisah… aku
puas..bisa berada disisinya, dan menjadi bagian dalam cerita hidupnya”
Dimas menghentikan rekamannya.
“Kenapa aku jadi seperti ini? Kenapa aku harus memaksakan diri? Apa aku
harus pergi bersamanya? Atau harus menunggu disini?” batinnya.
Dipandanginya surat yang berlogo Universitas Australia yang baru saja
dibukanya. Dia diterima untuk kuliah disana. Dimas menghapus rekaman
yang baru saja dibuatnya. Dan mulai merekam kembali.
“Aku menyukai seseorang. Dia begitu baik kepadaku. Lihat saja nanti…. Mudah-mudahan dia juga begitu…”
Rekaman di tutup, begitupula bungkus amplop yang belum dibukanya.
Esoknya...
Marchel menarik tangan Dimas kearah kantin sekolah. Wajahnya begitu ceria.
“Gue diterima… hebat bukan? Baru saja aku membaca suratnya…” kata Marchel berapi-api.
Dimas tersenyum kepadanya. Memberi selamat untuk sahabatnya.
“Gue bisa pergi bulan depan selesai ujian akhir… eh, katanya ada juga
yang lulus dari sekolah ini selain gue… siapa ya? Gue harus cari tau…kan lumayan ada temen disana hehehehhehe”
tanya Marchel penuh ceria, dan senyum.
Mulai hari itu Marchel tidak kelihatan lagi. Ujian sudah berlalu. Dimas
melangkah sendirian kearah halte. Dia bingung kenapa tidak bertemu
Marchel 2 minggu ini.
“Apa dia marah padaku, ya? Tapi apa alasannya?” Dimas bertanya-tanya dalam hatinya.
Dimas memandang keluar jendela bus yang ditumpanginya. Seseorang duduk
disampingnya. Dimas masih memandang keluar jendela sambil memikirkan
sahabatnya Marchel. Angin bertiup menerpa helai demi helai rambut hitamnya yang indah.
“Kenapa kamu menolak besasiswa itu? Apa kamu gak mau kuliah bersamaku?”
terdengar suara Marchel disampingnya. Dimas dengan cepat berpaling
kesampingnya. Marchel memandangnya dengan tatapan tajam. Ternyata itu
yang membuat Marchel marah terhadapnya.
“A-aku….”
“Apa gak ada artinya persahabatan kita selama ini?” tanya Marchel tajam.
Dimas menunduk.
“Aku gak bisa pergi bersamamu, achel.. banyak yang harus aku lakuin
disini… dan lagi… orangtuaku gak akan pernah mengijinkan aku kesana..”
Merekapun terdiam. Tak ada suara diantara mereka. Ketika Marchel turun, dia meletakkan MP3-nya ke tangan Dimas.
Play... Tittt....
“Gue kaget banget waktu tau kalo yang dapet beasiswa yang satunya itu
kamu. Gue ga percaya kalo kamu diamin itu ke gue. Dan kamu nolak
beasiswa itu. Kenapa? Apa kamu udah bosan bersahabat ama gue? Tapi gue
jadi mikir… kalo kamu pasti punya alasan untuk itu..”
Dimas menekan tombol pause. Memeluk bantalnya erat, dan menekan tombol play kembali.
“…. Gue pasti kesepian disana. Seandainya ada kamu, alangkah bagusnya..
tapi kita akan terus bersahabat. Gue akan terus mengirim email padamu,
dan gue harap kamu juga demikian.. kalo nanti kita ketemu.. gue harap
kamu udah berhasil disini..”
Dimas menekan tombol record.
“ Kita gak akan mungkin selamanya bersama, achel… kamu punya jalan
sendiri untuk dilalui. Aku juga punya jalan sendiri… kalau Tuhan
ngijinin, kita pasti ketemu kembali… dan aku yakin… waktu kita ketemu
lagi.. kamu sudah menjadi orang yang berhasil… karena kamu pintar.. dan
memiliki segalanya… “
Marchel menatap sahabatnya sebelum melangkah kearah ruang keberangkatan.
Dimas memandang sahabatnya dalam-dalam. Terlihat Orangtua Marchel juga
mengantar keberangkatan anaknya. Tetapi kemudian Marchel berbalik dan
meletakkan sesuatu di tangan Dimas. Itu MP3-nya.
“Simpan ini untukmu… gue juga udah menyalin semua rekaman kamu ke CD
biar nanti gue bisa putar kembali… terima kasih udah mengantarku..
sampai ketemu nanti…dimasa ketika kita sama-sama sukses”
Dimas melambaikan tangannya kearah sahabatnya yang menjauh………………………… kenangan demi kenangan selama 6 tahun melewati masa-masa remaja seakan membuyar dalam seketika, lalu kembali padam, dan Dimas telah menyadari dimana sekarang ia berdiri...
Ditepian jalan, dengan pakaian yang tidak lebih baik dari seorang gelandangan, dan sosok seseorang yang ia kenal tengah berlari kearahnya dari kejauhan...
" ........ " Dimas menggeleng, dan mulai berpaling berusaha mengangkat langkah kakinya yang berat dikekang rindu, namun ia harus tetap pergi menjauh. " ....."
Bersambung......
Meonggoblog.blogspot.com
Thanks to Everyone to came in our Kingdom.
Keren..... awal baca agak bingung loh Cebonggg, tapi makin mau selesai makin ngerti... dan setelah selesai, baru deh itu cerita mau dibaca lagi. mana kelanjutannya. di tunggu ya.
ReplyDelete