Urban Love Story : Free Me Bagian 7 - I want Have the mother Duck, not Human.

 

Udah gak sabar nungguin kelanjutan dari Free me, setelah kemarin berkutit dengan Flashback kisah SMU Dimas, dan Marchel, kali ini kita coba mempertemukan kedua tokoh lain yang saling berkaitan. hemmmm... kira-kira siapakah yang akan dipertemukan oleh takdir mereka kali ini... dah yukkk jgn kelamaan ini dia Free me bagian tujuh The mother Duck.

Sore itu di pelataran lapangan parkir sebuah gedung perusahaan yang cukup mewah.

“Ke kiri, pak…. Trus… dikit lagi…. Ya… mundur…. Oke.. jalan deh…” teriak Mario sambil tangannya diayunkan kesana-kemari mengarahkan sebuah mobil mewah pribadi dari pelataran parkiran.

Kaca mobil terbuka. Uang sepuluh ribuan keluar dari dalam mobil. Mario memandang heran kedalam mobil. Terlihat seorang pria tampan menatapnya dengan pandangan tajam sedikit menggoda, Sebelah alisnya diangkat lebih tinggi memandang Mario. Usia pria itu masih muda. Kacamata hitam menutup matanya tidak menyamarkan lirikannya. Tampangnya seperti seorang model. Mario jadi salah tingkah diluar kaca mobil.

“Kebanyakan ini, mas…. Gak salah kasih, lebih satu nol nih?” tanya Mario yang dengan ragu memperlihatkan uang sepuluh ribuan tersebut kehadapan kaca mobil.

“Mau, nggak…??” Tanya pria itu sedikit nyolot masih dengan pandangan anehnya tersebut.

“Mau-mau…. Makasih kalo gitu…hehehhehhe” kata mario sambil sedikit mengangguk, dan memasang wajah lucu dengan suara tertawa aneh . Saat itu disadari atau tidak , Mata Mario seakan tak lepas dari lelaki dalam mobil itu. Mobil itu berlalu. Mario masih menatap mobil Opel Blazer itu dari jauh.

“Wahhh…. Cakepnya….” Desah Mario sambil Mengusap-usapkan uang sepuluh ribu yang ada digenggamannya kedada..

Sejak keluar dari rumahnya, Mario tinggal bersama teman sekelasnya yang kerja di parkiran. Biasanya sehari bisa dapat tiga puluh ribuan kalau lagi lumayan. Mario bisa menggunakan uang itu untuk makan dan keperluan sekolahnya. Kulitnya yang dulunya putih, kini berubah menjadi sedikit gelap, tapi tak membuatnya kehilangan rasa percaya diri. Malah saat ini ia merasa makin terlihat cakep dengan penampilannya sekarang. Rambutnya yang dahulu hitam dan lembut kini di Highligh seperti bulu landak walau tetap dengan warna hitamnya yang seperti biasa, pernah terpikir olehnya untuk mentindikan sebuah hiasan di bibirnya seperti temennya tapi itu ia urungkan, dan hal yang paling ia syukuri. Kini tubuhnya yang sering bekerja menjadi lebih atletis, hal yang membuatnya kelihatan macho. Mario yang dulu sudah berubah seutuhnya, kecuali satu, yang tak akan pernah berubah selamanya. hehehehhe.

“Tunggu, Rio….. mama mau bicara…” Teriak Ibu Mario yang mengejarnya.

Ibunya sudah menunggu di depan pintu sekolah sejak sekolah belum bubar. Ibunya kaget melihat perubahan anaknya yang begitu drastis. Saat ini terlihat begitu seperti seorang anak lelaki dimatanya.

“Mau ngomong apa lagi ma??...” tanya Mario sambil menghentikan langkahnya didekat sang-Ibu. walau kesal dengan ayahnya, Mario tetap menyayangi sosok wanita yang telah melahirkannya, dan memberi kesempatan untuknya melihat dunia.

“Kalau mau bicara, bicara disini aja ma… Rio masih mau kerja lagi habis pulang sekolah…” sambungnya sambil membetulkan baju putih yang ia kenakan, walau sebenarnya tidak ada yang perlu di benahi, Mario hanya menggunakan itu sebagai alasan, ia lebih memilih menunduk, tidak kuat rasanya menahan air mata rindu ketika harus bertatap langsung dengan ibunya.

“Kenapa kamu begitu, sekarang?.. kamu nggak seperti…”

“Nggak seperti Rio yang dulu, gitu?? itu yang mau mama bilang?” katanya dingin, namun tetap menunduk mengalihkan pandangan.

“Mama kangen kamu, Rio….” Terdengar suara Ibunya bergetar.

Mario terdiam. Bagai deburan embun sejuk yang menghujani padang pasir setelah ratusan tahun kering kerontang. " Rio juga kangen ma" bisiknya dalam hati, Ego masa muda masih menguasai dirinya.

“Papa juga kangen Rio gk ma ?... pasti enggak” tanya Mario dengan sinis.

“Papamu selalu mengurung dirinya sejak kamu pergi. Ikutlah dengan mama pulang… minta maaf pada papamu….”

“Terus menjadi Rio yang dulu, yang diimpikan mama dan papa, gitu…? gak akan pernah, ma….. gak mungkin…”. Rio ingin mama, dan papa menerima Rio apa adanya Rio, bukan sosok Rio yang lain. Sosok Rio yang bukan Rio.

Mario meneruskan langkahnya, perasaannya semakin berkecambuk. Ibunya masih mengejarnya.

“Kamu masih boleh berubah, sayang….. kamu dilahirkan menjadi lelaki… bukan seorang…” kata mamanya terputus.

“Gay?… homo?… banci?… kenapa gak diterusin, ma? … Jijik ya ngedengar kata-kata itu?..” Teriak mario membuat orang disekitar mereka melihat kearah mereka. Mario tidak dapat menahan emosinya, ketika ia merasa tidak layak untuk dilahirkan di dunia, dan hanya menjadi beban bagi orang-orang yang di sayanginya.

“Rio….!!!!” Teriak Ibunya sambil memandang ke kiri dan ke kanan dengan pandangan malu.

“Kenapa?... mama malu, ya? Rio memang Gay… banci… homo… atau apalah…. Kalo mama malu… pulang aja… anggaplah gak pernah punya anak kayak Rio…” Kali ini embun itu seakan pergi, berganti teriknya matahari yang membakar gurun, dan menghancurkan kesejukan disana.

Mario berlari kencang ke jalanan . Ibunya tak lagi mengejarnya. Teriknya sinar matahari siang itu tak lagi dirasakan Mario. Mario kini sudah dewasa. Dia mulai belajar dari nalurinya dan instingnya bukan dari perasaannya. Meskipun dalam hatinya, ada sedikit rasa kehilangan. 

Bila seekor ibu bebek saja dapat menyayangi, dan menerima seekor anak angsa yang berbeda, dan jelek. mengapa manusia yang lebih tinggi derajatnya dengan akal tidak dapat menerima anaknya secara utuh sebagai mana ia dibesarkan. apakah hewan lebih manusiawi dari pada manusia itu sendiri.

“Maafin Rio, ma…” bisik Mario sambil menggigit bibir bawahnya. Terdengar langkah sepatunya yang saling berkejaran. Kalau boleh memilih, Rio juga tidak ingin memiliki perasaan ini.

“Mario…!!!!” terdengar hardikan dibelakangnya. yang mengagetkan.

Mario berbalik. Terlihat Farid bersama 2 orang berbadan besar menghampirinya. Lelaki yang satunya dengan cepat, dan tiba-tiba mencengkram kerah dibajunya .

“Napa, lo?... mau balas dendam, ya?...” tanya mario sambil berusaha melepaskan cengkraman dilehernya.

Plak!!!!! Sebuah hantaman keras mengenai pipinya. Diikuti beberapa tinju keras menghujam wajahnya, dan tubuhnya tanpa sempat melawan. Ia hanya dapat berusaha melindungi dengan kedua lengannya saja.

“Itu untuk hadiah kembalian dari yang kemarin udah elo kasi buat gua….” Kata farid sambil mendekat kearahnya.

Mario meludah ketanah. Terlihat darah segar bersama ludahnya. Mario menghapus bibirnya dengan lengan kemejanya. Kemejanya kini bernoda darah. Mario tersenyum kearah Farid.

“Lain kali, bukan cuman bibir lo yang gue cium… lo pingin lagi kan, rid? Gue mau kok blow job kalo lo mau…”

“Banci Anjing loe…. !!!“ teriak Farid geram, dan sekali lagi menyarangkan sebuah pukulan kewajah Mario.

“Bibirmu sexy, Rid…. Pasti lo juga suka ciuman itu. Itu ciuman pertama lo kan? Pasti gak akan pernah lupa selamanya….” Kata Mario memanas-manasi.

“Anjing Beresin tuh Banci…..” Kata Farid geram dan berbalik pergi.

Kedua orang itu mendekati Mario yang mundur beberapa langkah. Mario menangkis beberapa pukulan yang datang kearahnya. Tapi satu-dua pukulan kembali mendarat ke tubuhnya. Mario terhuyung memegang perutnya yang sakit.

Plakkkk!!!! Plak!!!! Terdengar pukulan lagi. Kali ini bukan kearah Mario. Mario mengangkat kepalanya melihat kearah bunyi tadi. terlihat seseorang yang memekai kemeja putih dan bercelana hitam membelakanginya sambil berhadapan dengan kedua orang tadi. Orang itu menolongnya. Dengan gerakan teratur dan sepertinya berpengalaman membuat kedua orang itu kewalahan, bahkan terdesak karena beberapa tendangan dan pukulan keras berhasil mengenai mereka. Mereka mundur diikuti Farid.

“Kalo maen keroyokan, gak bagus… sana… belajar lagi… bisanya cuman gangguin anak sekolah…”

Marchel mendekati Mario yang masih kesakitan karena seluruh tubuhnya lebam membiru.

“Makanya, kalo bergaul harus hati-hati… jangan suka bikin masalah…” Kata Marchel menasehati sambil membantunya berdiri.

Mario menatap kearah penolongnya. Mendadak rasa sakitnya hilang. Orang yang kemarin memberikan uang sepuluh ribuan kepadanya, pria yang mirip model itu menolongnya. Mario bangkit dengan wajah memerah.

“Makasih bang…. Aku gak apa-apa, kok….” Kata Mario sambil berdiri berusaha memperlihatkan ia baik-baik saja saat ini.

“Kamu yang kerja di parkiran depan kantorku, kan?..” tanya Marchel melemparkan senyum kearah Mario yang mematung seketika.

Tampan.

Duar!!! Deg-deg-deg. Terdengar detakan jantung mario keras diikuti rasa lemas ketika tau kalau Marchel mengetahui bila sosok pemuda yang kerja di parkiran itu adalah dirinya. 

Betapa malunya Mario saat ini.

Bersambung. 

Meonggoblog.blogspot.com Thanks to Everyone to came in our Kingdom.